6 Kriteria Orang Bertaqwa
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu
ketimur dan kebarat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang-orang
yang beriman kepada Allâh, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab
dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat,
anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalnan
(musafir), peminta-minta dan utuk memerdekakan hamba sahaya, yang
melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati
janji ketika berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kemelaratan,
penderitaan dan masa perang. Maka merka itulah orang-orang yang benar,
dan mereka itulah orang-orang yang benar-benar bertaqwa”
(QS al-Baqarah [2]: 177)
Dalam al-Qur’an seringkali Allâh Azza wa Jalla
janjikan bahwa orang-orang yang bertaqwa pada Allâh, akan sediakan
surga kelak di Akhirat, Allâh juga janjikan bahwa orang-orang yang
hidupnya bahagia adalah orang-orang yang bertaqwa. Mungkin bahasan
mengenai orang yang bertaqwa sudah kita ketahui bersama, sejak kita
masih duduk dibangku Sekolah Dasar. Namun hanya secara bahasa saja yang
kita ketahui, bahwa orang yang bertaqwa ialah orang yang menjalankan
semua perintah Allâh Azza wa Jalla dan menjauhi segala
larangan-larangan-Nya. Walaupun pernyataan itu tidaklah salah. Disini
perlu kita kaji lebih mendalam sebenarnya orang yang bertaqwa itu
bagaimana? Agar kita semua benar-benar mengetahui maksud yang
dikehendaki oleh Allâh Azza wa Jalla dan kita semua bisa
menjadi hamba yang benar-benar bertaqwa karena hanya dengan begitulah
kita akan hidup dengan bahagia di dunia dan akhirat.
Dalam surat al-Baqarah diatas bisa kita
tarik benang merah, bahwa kriteria yang dimaksudkan oleh Allâh dalam
yata tersebut ada 6 kriteria, yaitu
Pertama, orang-orang yang
menjalankan Rukun Iman dengan baik dan benar. Masalahnya sekarag ini
bukanya kita tidak menjalankan rukun iman, akan tetapi tidak sedikit
orang memangaku sudah melaksanakan rukun iman secara keseluruhan,
mungkin kita sudah tau cara melaksanakan iman kepada Allâh, yaitu
shalat, tidak syirik hanya sebatas itu saja. Tapi jika iman kepada
kitab-kitabnya, malaikat-malaikatnya tidak jarang orang yang tidak tau
bagaimana caranya untuk meng-imaninya. Berikut penjelasana masing-masing
dari rukun iman,
Iman kepada Allâh: iman kepada Allâh itu
bisa kita lakukan dengan cara meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allâh
adalah Dzat yang Maha suci yang bersifat dengan segala sifat yang
terpuji seperti adil, kekal, maha mengetahui dan lain sebagainya. Allâh
bersih dari sifat-sifat yang kurang atau tidak sempurna seperti tuli,
tidak adil, pemarah, zhalim seterusnya. Iman kepada hari akhir: iman
kepada hari akhir bisa kita lakukan dengan meyakini bahwa hari akhir
adalah hari yang agung, dimana pada hari itu manusia akan bangkit dari
kuburnya, dikumpulkan dipadang mahsyar untuk dihitung amal perbuatannya.
Iman kepada malaikat, iman kepada
malaikat bisa kita lakukan dengan meyakini bahwa malaikat adalah makhluk
Allâh yang diciptakan dari nur atau cahaya yang tidak bisa kita lihat
karena keberadaannya yang seperti hawa. Makhluk yang tidak pernah
durhaka terhadap perintah-perintah Allâh dan selalu menjalankan apa saja
yang Allâh perintahkan kepadanya. Iman kepada kitab-kitab Allâh: iman kepada kitab-kitab Allâh bisa kita lakukan dengan meyakini bahwasanya Allâh Azza wa Jalla
telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para Nabi yang didalamnya
menjelaskan peritah-perintah-Nya, larangan-larangan-Nya,
janji-janji-Nya, ancaman-ancaman-Nya. Meyakini bahwa kitab-kitab Allâh
adalah murni berasal dari firman-firman-Nya diantaranya kitab-kitabnya
yaitu Injil, Taurat, Zabur dan al-Qur’an.
Iman kepada nabi: meyakini bahwa Allâh Azza wa Jalla
telah mengutus para Nabi sebagai bentuk rahmat dan anugrah kepada
manusia, yang membawa kabar gembira pada orang-orang yang shalih dengan
adanya pahala dan membawa memberi berita kepada orang-orang yang durhaka
kepada Allâh dengan adanya siksa akhirat nanti, dan menjelaskan kepada
umat manusia apa saja yang diperlukannya agar hidup bahagia didunia dan
akhirat. Seperti yang kita ketahui bahwa Nabi yang pertama adalah Nabi
Adam dan yang terakhir adalah Nabi Muhammad shalallâhu alaihi wa sallam,
dengan begitu kita tidak akan goyah pendirian meski akhir-akhir ini
sempat muncul adanya segelintir orang yang mengaku dirinya adalah Nabi.
Kedua, kriteria orang yang
bertaqwa selanjutnya adalah orang-orang yang memberikan hartanya
meskipun harta itu masih dicintai kepada kerabatnya saat mereka
membutuhkan, kepada anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan kepada
musfir (orang yang melakukan). Sering kali kita memberikan sebagian
harta kita, namun sayangnya pemberian itu tidak begitu sesuai dengan apa
yang Allâh kehendaki, karena kita hanya memberikan apa saja yang
menurut kita sudah tidak kita perlukan Sudah kita anggap sebagai barang
yang tidak berarti. Padahal jelas bahwa pemberian yang sesunguhnya
adalah ketika kita mampu merelakan atau memberikan apa yang masih kita
cintai, tidak hanya apa yang sudah kita anggap sebagai barang yang tidak
berguna/tidak penting.
Contoh kecil ketika kita melihat orang
cacat yang meminta-minta, meskipun peminta itu telah mengatakan
bahwasanya dia belum makan sehari penuh, jika ada didompet kita uang
senilai Rp. 150.000 (2 mata uang 50.000-an dan 20.000-an kemudian 1 mata
uang 10.000-an) sudah bisa dipastikan kita akan memberikan mata uang
yang paling kecil(10.000), pastilah kita berbangga diri ”wah.. aku sudah berbuat kebaikan sesuai peirntah-Nya”.
Meskipun pemberian itu tetaplah sebuah kebaikan, seharusnya kita harus
sedikit demi sedikit memberikan harta yang lebih kita cintai (Rp.
50.000) jangan sampai muncul dalam fikiran kita ungkapan seperti ini “Masih untung saya beri, dari pada tidak?”,
jika kita memang benar-benar ingin menjadi hamba Allâh yang bertaqwa,
seharusnya kita mulai belajar untuk melatih diri menjalankan perintah
Allâh secara otpimal. Karena ketaqwaan seorang hamba tidak mungkin
muncul begitu saja, tanpa adanya pembiasaan diri.
Ketiga, mendirikan shalat,
perbedaan orang yang benar-benar bertaqwa dan belum bisa dilihat dari
kesungguhnya dalam mendirikan shalat, karena orang-orang yang bertaqwa
dalam mendirikan shalatnya tidak beranggapan bahwa shalat adalah sebuah
kewajiban, melainkan sebuah kebutuhan, artinya dia menjalankannya penuh
dengan kesadaran dan ketulusan karena butuh, tidak karena kewajiban,
jika menganggapnya sebagai kewajiban seseorang akan medirikan shalat
seakan peuh dengan paksaan, dan inilah yang akan memberiakan nilai
berbeda.
Keempat, membayar
zakat, dalam membayar zakat selain memang sudah menjadi kewajiban
kewajiban setiap Muslim, bagi orang yang bertaqwa kewajiban ini adala
salah satu tanggung jawa sosial. Sehingga bagi seorang Muttaqin
(orang bertaqwa) zakat adalah sesuatu yang tak bisa ditinggalkan. Zakat
adalah cara kita untuk membersihkan harta kita karena dalam harta kita
ada hak-hak orang yang belum mampu yang harus kita berikan. Zakat
mengajarkan kepada kita untuk peduli kepada sesama manusia, maka orang
yang bertaqwa tidalah mungkin bersikap egois dan serahkah dalam masalah
material. Jika kita masih tak peduli dengan urusan orang lain yang
kekuranga harta, maka keredibilitas ketaqwaan kita masih perlu
ditanyakan.
Kelima, menepati
janji-janjinya. Mayoritas orang, mengatakan bahwa sebuah janji tidaklah
begitu penting, acapkali kita dengan gampangnya membatalkan janji-janji
kita dengan orang lain, yang sebenarnya halangan kita tidaklah seberapa
sehingga sangat memungkinkan tindakan kita itu mengecewakan orang yang
kita ajak melakukan janji. Perlu kita ketahui bahwa dalam membuat janji,
seorang yang bertaqwa haruslah mencantumkan yang namanya kata “Insya Allâh”
hal ini sering kali kita anggap hal yang sepele. Padahal Allâh
memerintahkan kepada kita agar tidak membuat janji dengan orang lain
kecuali didalamnya terdapat kata Insy Allâh. Maka kini marilah
kita amalakan ucapan ini dalam setiap janji kita, tak seorang pun tau
janji itu akan terlaksana mealinkan disitu kehendak Allâh Azza wa Jalla yang maha memberi kita kekuatan juga kesempatan.
Keenam, sabar
dalam penderitaan. Sebuah akhlak terpuji yang paling berat bagi seorang
hamba adalah sabar dalam mengahadapi penderitaan. Segala bentuk
kriminalitas yang ada di dunia ini adalah berawal dari ketidaksabaran.
Korupsi di dalam pemerintahan adalah bukti real ketidaksabaran para
pejabat dalam memegang amanat. Pembunuhan dan pemerkosaan adalah bukti
lain dari ketidaksabaran seorang hamba dalam menghadapi cobaan dari
Allâh. Bagi orang yang benar-benar bertaqwa sesunguhnya sebuah ujian
Allâh adalah wahana dari Allâh untuk menaikkan derajat kita menjadi
hamba yang lebih mulia, karena dibalik ujian selalu ada kebahagiaan, itu
adalah pasti . Barang siapa dalam kehidupan di dunia ini memegang
prinsip kesabaran baik dalam keadaan lapang maupun penderitaan maka
sudah pasti Allâh janjikan kehidupan orang yang sabar akan selalu dalam
kebahagiaan.
Betapa banyak orang merasa Allâh tidak
adil dalam menentukan takdir-Nya, maka ketahuilah sesunguhnya Allâh tak
pernah memberikan ketidakadilan dalam hidup ini, yang ada hanyalah
kadang yang kita dapatkan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Karena sesunguhnya Allâh memberikan yang terbaik bagi hambanya, dan yang
terbaik bagi Allâh belum tentu kita lihat sebagai hal yang baik. Namun
sesunguhnya Allâh Azza wa Jalla Maha Mengetahui apa yang tidak
manusia ketahui. Mungkin Allâh belum memberikan apa yang hambanya
inginkan, Tapi Allâh selalu memberikan apa yang kita butuhkan. Hanya
orang bertaqwalah yang mempunyai paradigma seperti ini, jika saja kita
masih menganggap Allâh belum adil, maka sesunguhnya kita telah
mengeluarkan diri dari jalan ketaqwaan.
Demikian lah 6 karakteristik yang Allâh
jadikan pedoman bagi hamba-hamba-Nya dalam membangun pribadi yang
bertaqwa. Maka barang siapa berpegangan teguh dengan prinsip tersebut,
maka Allâh akan menjamin kesejahteraan dalam kehidupan seorang hamba
baik di dunia dan akhirat dan Allâh tidak pernah mengingkari
janji-janji-Nya.
0 Comment:
Posting Komentar