.
RSS
Assalamu'alaikum.. Welcome to My Blog! Hopefully useful :) Thanks For Visiting ^^ Follow My Instagram Account Nadianaml, Thank you..

6 Kriteria Orang Yang Bertaqwa

6 Kriteria Orang Bertaqwa


Iman dan Taqwa lambang muslim sejati
Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ketimur dan kebarat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang-orang yang beriman kepada Allâh, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalnan (musafir), peminta-minta dan utuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji ketika berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan masa perang. Maka merka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang benar-benar bertaqwa”
(QS al-Baqarah [2]: 177)

Dalam al-Qur’an seringkali Allâh Azza wa Jalla janjikan bahwa orang-orang yang bertaqwa pada Allâh, akan sediakan surga kelak di Akhirat, Allâh juga janjikan bahwa orang-orang yang hidupnya bahagia adalah orang-orang yang bertaqwa. Mungkin bahasan mengenai orang yang bertaqwa sudah kita ketahui bersama, sejak kita masih duduk dibangku Sekolah Dasar. Namun hanya secara bahasa saja yang kita ketahui, bahwa orang yang bertaqwa ialah orang yang menjalankan semua perintah Allâh Azza wa Jalla dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Walaupun pernyataan itu tidaklah salah. Disini perlu kita kaji lebih mendalam sebenarnya orang yang bertaqwa itu bagaimana? Agar kita semua benar-benar mengetahui maksud yang dikehendaki oleh Allâh Azza wa Jalla dan kita semua bisa menjadi hamba yang benar-benar bertaqwa karena hanya dengan begitulah kita akan hidup dengan bahagia di dunia dan akhirat.
Dalam surat al-Baqarah diatas bisa kita tarik benang merah, bahwa kriteria yang dimaksudkan oleh Allâh dalam yata tersebut ada 6 kriteria, yaitu
Pertama, orang-orang yang menjalankan Rukun Iman dengan baik dan benar. Masalahnya sekarag ini bukanya kita tidak menjalankan rukun iman, akan tetapi tidak sedikit orang memangaku sudah melaksanakan rukun iman secara keseluruhan, mungkin kita sudah tau cara melaksanakan iman kepada Allâh, yaitu shalat, tidak syirik hanya sebatas itu saja. Tapi jika iman kepada kitab-kitabnya, malaikat-malaikatnya tidak jarang orang yang tidak tau bagaimana caranya untuk meng-imaninya. Berikut penjelasana masing-masing dari rukun iman,
Iman kepada Allâh: iman kepada Allâh itu bisa kita lakukan dengan cara meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allâh adalah Dzat yang Maha suci yang bersifat dengan segala sifat yang terpuji seperti adil, kekal, maha mengetahui dan lain sebagainya. Allâh bersih dari sifat-sifat yang kurang atau tidak sempurna seperti tuli, tidak adil, pemarah, zhalim seterusnya. Iman kepada hari akhir: iman kepada hari akhir bisa kita lakukan dengan meyakini bahwa hari akhir adalah hari yang agung, dimana pada hari itu manusia akan bangkit dari kuburnya, dikumpulkan dipadang mahsyar untuk dihitung amal perbuatannya.
Iman kepada malaikat, iman kepada malaikat bisa kita lakukan dengan meyakini bahwa malaikat adalah makhluk Allâh yang diciptakan dari nur atau cahaya yang tidak bisa kita lihat karena keberadaannya yang seperti hawa. Makhluk yang tidak pernah durhaka terhadap perintah-perintah Allâh dan selalu menjalankan apa saja yang Allâh perintahkan kepadanya. Iman kepada kitab-kitab Allâh: iman kepada kitab-kitab Allâh bisa kita lakukan dengan meyakini bahwasanya Allâh Azza wa Jalla telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para Nabi yang didalamnya menjelaskan peritah-perintah-Nya, larangan-larangan-Nya, janji-janji-Nya, ancaman-ancaman-Nya. Meyakini bahwa kitab-kitab Allâh adalah murni berasal dari firman-firman-Nya diantaranya kitab-kitabnya yaitu Injil, Taurat, Zabur dan al-Qur’an.
Iman kepada nabi: meyakini bahwa Allâh Azza wa Jalla telah mengutus para Nabi sebagai bentuk rahmat dan anugrah kepada manusia, yang membawa kabar gembira pada orang-orang yang shalih dengan adanya pahala dan membawa memberi berita kepada orang-orang yang durhaka kepada Allâh dengan adanya siksa akhirat nanti, dan menjelaskan kepada umat manusia apa saja yang diperlukannya agar hidup bahagia didunia dan akhirat. Seperti yang kita ketahui bahwa Nabi yang pertama adalah Nabi Adam dan yang terakhir adalah Nabi Muhammad shalallâhu alaihi wa sallam, dengan begitu kita tidak akan goyah pendirian meski akhir-akhir ini sempat muncul adanya segelintir orang yang mengaku dirinya adalah Nabi.
Kedua, kriteria orang yang bertaqwa selanjutnya adalah orang-orang yang memberikan hartanya meskipun harta itu masih dicintai kepada kerabatnya saat mereka membutuhkan, kepada anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan kepada musfir (orang yang melakukan). Sering kali kita memberikan sebagian harta kita, namun sayangnya pemberian itu tidak begitu sesuai dengan apa yang Allâh kehendaki, karena kita hanya memberikan apa saja yang menurut kita sudah tidak kita perlukan Sudah kita anggap sebagai barang yang tidak berarti. Padahal jelas bahwa pemberian yang sesunguhnya adalah ketika kita mampu merelakan atau memberikan apa yang masih kita cintai, tidak hanya apa yang sudah kita anggap sebagai barang yang tidak berguna/tidak penting.
Contoh kecil ketika kita melihat orang cacat yang meminta-minta, meskipun peminta itu telah mengatakan bahwasanya dia belum makan sehari penuh, jika ada didompet kita uang senilai Rp. 150.000 (2 mata uang 50.000-an dan 20.000-an kemudian 1 mata uang 10.000-an) sudah bisa dipastikan kita akan memberikan mata uang yang paling kecil(10.000), pastilah kita berbangga diri ”wah.. aku sudah berbuat kebaikan sesuai peirntah-Nya”. Meskipun pemberian itu tetaplah sebuah kebaikan, seharusnya kita harus sedikit demi sedikit memberikan harta yang lebih kita cintai (Rp. 50.000) jangan sampai muncul dalam fikiran kita ungkapan seperti ini “Masih untung saya beri, dari pada tidak?”, jika kita memang benar-benar ingin menjadi hamba Allâh yang bertaqwa, seharusnya kita mulai belajar untuk melatih diri menjalankan perintah Allâh secara otpimal. Karena ketaqwaan seorang hamba tidak mungkin muncul begitu saja, tanpa adanya pembiasaan diri.
Ketiga, mendirikan shalat, perbedaan orang yang benar-benar bertaqwa dan belum bisa dilihat dari kesungguhnya dalam mendirikan shalat, karena orang-orang yang bertaqwa dalam mendirikan shalatnya tidak beranggapan bahwa shalat adalah sebuah kewajiban, melainkan sebuah kebutuhan, artinya dia menjalankannya penuh dengan kesadaran dan ketulusan karena butuh, tidak karena kewajiban, jika menganggapnya sebagai kewajiban seseorang akan medirikan shalat seakan peuh dengan paksaan, dan inilah yang akan memberiakan nilai berbeda.
Keempat,  membayar zakat, dalam membayar zakat selain memang sudah menjadi kewajiban kewajiban setiap Muslim, bagi orang yang bertaqwa kewajiban ini adala salah satu tanggung jawa sosial. Sehingga bagi seorang Muttaqin (orang bertaqwa) zakat adalah sesuatu yang tak bisa ditinggalkan. Zakat adalah cara kita untuk membersihkan harta kita karena dalam harta kita ada hak-hak orang yang belum mampu yang harus kita berikan. Zakat mengajarkan kepada kita untuk peduli kepada sesama manusia, maka orang yang bertaqwa tidalah mungkin bersikap egois dan serahkah dalam masalah material. Jika kita masih tak peduli dengan urusan orang lain yang kekuranga harta, maka keredibilitas ketaqwaan kita masih perlu ditanyakan.
Kelima, menepati janji-janjinya. Mayoritas orang, mengatakan bahwa sebuah janji tidaklah begitu penting, acapkali kita dengan gampangnya membatalkan janji-janji kita dengan orang lain, yang sebenarnya halangan kita tidaklah seberapa sehingga sangat memungkinkan tindakan kita itu mengecewakan orang yang kita ajak melakukan janji. Perlu kita ketahui bahwa dalam membuat janji, seorang yang bertaqwa haruslah mencantumkan yang namanya kata “Insya Allâh” hal ini sering kali kita anggap hal yang sepele. Padahal Allâh memerintahkan kepada kita agar tidak membuat janji dengan orang lain kecuali didalamnya terdapat kata Insy Allâh. Maka kini marilah kita amalakan ucapan ini dalam setiap janji kita, tak seorang pun tau janji itu akan terlaksana mealinkan disitu kehendak Allâh Azza wa Jalla yang maha memberi kita kekuatan juga kesempatan.
Keenam, sabar dalam penderitaan. Sebuah akhlak terpuji yang paling berat bagi seorang hamba adalah sabar dalam mengahadapi penderitaan. Segala bentuk kriminalitas yang ada di dunia ini adalah berawal dari ketidaksabaran. Korupsi di dalam pemerintahan adalah bukti real ketidaksabaran para pejabat dalam memegang amanat. Pembunuhan dan pemerkosaan adalah bukti lain dari ketidaksabaran seorang hamba dalam menghadapi cobaan dari Allâh. Bagi orang yang benar-benar  bertaqwa sesunguhnya sebuah ujian Allâh adalah wahana dari Allâh untuk menaikkan derajat kita menjadi hamba yang lebih mulia, karena dibalik ujian selalu ada kebahagiaan, itu adalah pasti . Barang siapa dalam kehidupan di dunia ini memegang prinsip kesabaran baik dalam keadaan lapang maupun penderitaan maka sudah pasti Allâh janjikan kehidupan orang yang sabar akan selalu dalam kebahagiaan.
Betapa banyak orang merasa Allâh tidak adil dalam menentukan takdir-Nya, maka ketahuilah sesunguhnya Allâh tak pernah memberikan ketidakadilan dalam hidup ini, yang ada hanyalah kadang yang kita dapatkan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Karena sesunguhnya Allâh memberikan yang terbaik bagi hambanya, dan yang terbaik bagi Allâh belum tentu kita lihat sebagai hal yang baik. Namun sesunguhnya Allâh Azza wa Jalla Maha Mengetahui apa yang tidak manusia ketahui. Mungkin Allâh belum memberikan apa yang hambanya inginkan, Tapi Allâh selalu memberikan apa yang kita butuhkan. Hanya orang bertaqwalah yang mempunyai paradigma seperti ini, jika saja kita masih menganggap Allâh belum adil, maka sesunguhnya kita telah mengeluarkan diri dari jalan ketaqwaan.
Demikian lah 6 karakteristik yang Allâh jadikan pedoman bagi hamba-hamba-Nya dalam membangun pribadi yang bertaqwa. Maka barang siapa berpegangan teguh dengan prinsip tersebut, maka Allâh akan menjamin kesejahteraan dalam kehidupan seorang hamba baik di dunia dan akhirat dan Allâh tidak pernah mengingkari janji-janji-Nya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 Comment:

Posting Komentar

6 Kriteria Orang Yang Bertaqwa

6 Kriteria Orang Bertaqwa


Iman dan Taqwa lambang muslim sejati
Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ketimur dan kebarat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang-orang yang beriman kepada Allâh, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalnan (musafir), peminta-minta dan utuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji ketika berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan masa perang. Maka merka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang benar-benar bertaqwa”
(QS al-Baqarah [2]: 177)

Dalam al-Qur’an seringkali Allâh Azza wa Jalla janjikan bahwa orang-orang yang bertaqwa pada Allâh, akan sediakan surga kelak di Akhirat, Allâh juga janjikan bahwa orang-orang yang hidupnya bahagia adalah orang-orang yang bertaqwa. Mungkin bahasan mengenai orang yang bertaqwa sudah kita ketahui bersama, sejak kita masih duduk dibangku Sekolah Dasar. Namun hanya secara bahasa saja yang kita ketahui, bahwa orang yang bertaqwa ialah orang yang menjalankan semua perintah Allâh Azza wa Jalla dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Walaupun pernyataan itu tidaklah salah. Disini perlu kita kaji lebih mendalam sebenarnya orang yang bertaqwa itu bagaimana? Agar kita semua benar-benar mengetahui maksud yang dikehendaki oleh Allâh Azza wa Jalla dan kita semua bisa menjadi hamba yang benar-benar bertaqwa karena hanya dengan begitulah kita akan hidup dengan bahagia di dunia dan akhirat.
Dalam surat al-Baqarah diatas bisa kita tarik benang merah, bahwa kriteria yang dimaksudkan oleh Allâh dalam yata tersebut ada 6 kriteria, yaitu
Pertama, orang-orang yang menjalankan Rukun Iman dengan baik dan benar. Masalahnya sekarag ini bukanya kita tidak menjalankan rukun iman, akan tetapi tidak sedikit orang memangaku sudah melaksanakan rukun iman secara keseluruhan, mungkin kita sudah tau cara melaksanakan iman kepada Allâh, yaitu shalat, tidak syirik hanya sebatas itu saja. Tapi jika iman kepada kitab-kitabnya, malaikat-malaikatnya tidak jarang orang yang tidak tau bagaimana caranya untuk meng-imaninya. Berikut penjelasana masing-masing dari rukun iman,
Iman kepada Allâh: iman kepada Allâh itu bisa kita lakukan dengan cara meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allâh adalah Dzat yang Maha suci yang bersifat dengan segala sifat yang terpuji seperti adil, kekal, maha mengetahui dan lain sebagainya. Allâh bersih dari sifat-sifat yang kurang atau tidak sempurna seperti tuli, tidak adil, pemarah, zhalim seterusnya. Iman kepada hari akhir: iman kepada hari akhir bisa kita lakukan dengan meyakini bahwa hari akhir adalah hari yang agung, dimana pada hari itu manusia akan bangkit dari kuburnya, dikumpulkan dipadang mahsyar untuk dihitung amal perbuatannya.
Iman kepada malaikat, iman kepada malaikat bisa kita lakukan dengan meyakini bahwa malaikat adalah makhluk Allâh yang diciptakan dari nur atau cahaya yang tidak bisa kita lihat karena keberadaannya yang seperti hawa. Makhluk yang tidak pernah durhaka terhadap perintah-perintah Allâh dan selalu menjalankan apa saja yang Allâh perintahkan kepadanya. Iman kepada kitab-kitab Allâh: iman kepada kitab-kitab Allâh bisa kita lakukan dengan meyakini bahwasanya Allâh Azza wa Jalla telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para Nabi yang didalamnya menjelaskan peritah-perintah-Nya, larangan-larangan-Nya, janji-janji-Nya, ancaman-ancaman-Nya. Meyakini bahwa kitab-kitab Allâh adalah murni berasal dari firman-firman-Nya diantaranya kitab-kitabnya yaitu Injil, Taurat, Zabur dan al-Qur’an.
Iman kepada nabi: meyakini bahwa Allâh Azza wa Jalla telah mengutus para Nabi sebagai bentuk rahmat dan anugrah kepada manusia, yang membawa kabar gembira pada orang-orang yang shalih dengan adanya pahala dan membawa memberi berita kepada orang-orang yang durhaka kepada Allâh dengan adanya siksa akhirat nanti, dan menjelaskan kepada umat manusia apa saja yang diperlukannya agar hidup bahagia didunia dan akhirat. Seperti yang kita ketahui bahwa Nabi yang pertama adalah Nabi Adam dan yang terakhir adalah Nabi Muhammad shalallâhu alaihi wa sallam, dengan begitu kita tidak akan goyah pendirian meski akhir-akhir ini sempat muncul adanya segelintir orang yang mengaku dirinya adalah Nabi.
Kedua, kriteria orang yang bertaqwa selanjutnya adalah orang-orang yang memberikan hartanya meskipun harta itu masih dicintai kepada kerabatnya saat mereka membutuhkan, kepada anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan kepada musfir (orang yang melakukan). Sering kali kita memberikan sebagian harta kita, namun sayangnya pemberian itu tidak begitu sesuai dengan apa yang Allâh kehendaki, karena kita hanya memberikan apa saja yang menurut kita sudah tidak kita perlukan Sudah kita anggap sebagai barang yang tidak berarti. Padahal jelas bahwa pemberian yang sesunguhnya adalah ketika kita mampu merelakan atau memberikan apa yang masih kita cintai, tidak hanya apa yang sudah kita anggap sebagai barang yang tidak berguna/tidak penting.
Contoh kecil ketika kita melihat orang cacat yang meminta-minta, meskipun peminta itu telah mengatakan bahwasanya dia belum makan sehari penuh, jika ada didompet kita uang senilai Rp. 150.000 (2 mata uang 50.000-an dan 20.000-an kemudian 1 mata uang 10.000-an) sudah bisa dipastikan kita akan memberikan mata uang yang paling kecil(10.000), pastilah kita berbangga diri ”wah.. aku sudah berbuat kebaikan sesuai peirntah-Nya”. Meskipun pemberian itu tetaplah sebuah kebaikan, seharusnya kita harus sedikit demi sedikit memberikan harta yang lebih kita cintai (Rp. 50.000) jangan sampai muncul dalam fikiran kita ungkapan seperti ini “Masih untung saya beri, dari pada tidak?”, jika kita memang benar-benar ingin menjadi hamba Allâh yang bertaqwa, seharusnya kita mulai belajar untuk melatih diri menjalankan perintah Allâh secara otpimal. Karena ketaqwaan seorang hamba tidak mungkin muncul begitu saja, tanpa adanya pembiasaan diri.
Ketiga, mendirikan shalat, perbedaan orang yang benar-benar bertaqwa dan belum bisa dilihat dari kesungguhnya dalam mendirikan shalat, karena orang-orang yang bertaqwa dalam mendirikan shalatnya tidak beranggapan bahwa shalat adalah sebuah kewajiban, melainkan sebuah kebutuhan, artinya dia menjalankannya penuh dengan kesadaran dan ketulusan karena butuh, tidak karena kewajiban, jika menganggapnya sebagai kewajiban seseorang akan medirikan shalat seakan peuh dengan paksaan, dan inilah yang akan memberiakan nilai berbeda.
Keempat,  membayar zakat, dalam membayar zakat selain memang sudah menjadi kewajiban kewajiban setiap Muslim, bagi orang yang bertaqwa kewajiban ini adala salah satu tanggung jawa sosial. Sehingga bagi seorang Muttaqin (orang bertaqwa) zakat adalah sesuatu yang tak bisa ditinggalkan. Zakat adalah cara kita untuk membersihkan harta kita karena dalam harta kita ada hak-hak orang yang belum mampu yang harus kita berikan. Zakat mengajarkan kepada kita untuk peduli kepada sesama manusia, maka orang yang bertaqwa tidalah mungkin bersikap egois dan serahkah dalam masalah material. Jika kita masih tak peduli dengan urusan orang lain yang kekuranga harta, maka keredibilitas ketaqwaan kita masih perlu ditanyakan.
Kelima, menepati janji-janjinya. Mayoritas orang, mengatakan bahwa sebuah janji tidaklah begitu penting, acapkali kita dengan gampangnya membatalkan janji-janji kita dengan orang lain, yang sebenarnya halangan kita tidaklah seberapa sehingga sangat memungkinkan tindakan kita itu mengecewakan orang yang kita ajak melakukan janji. Perlu kita ketahui bahwa dalam membuat janji, seorang yang bertaqwa haruslah mencantumkan yang namanya kata “Insya Allâh” hal ini sering kali kita anggap hal yang sepele. Padahal Allâh memerintahkan kepada kita agar tidak membuat janji dengan orang lain kecuali didalamnya terdapat kata Insy Allâh. Maka kini marilah kita amalakan ucapan ini dalam setiap janji kita, tak seorang pun tau janji itu akan terlaksana mealinkan disitu kehendak Allâh Azza wa Jalla yang maha memberi kita kekuatan juga kesempatan.
Keenam, sabar dalam penderitaan. Sebuah akhlak terpuji yang paling berat bagi seorang hamba adalah sabar dalam mengahadapi penderitaan. Segala bentuk kriminalitas yang ada di dunia ini adalah berawal dari ketidaksabaran. Korupsi di dalam pemerintahan adalah bukti real ketidaksabaran para pejabat dalam memegang amanat. Pembunuhan dan pemerkosaan adalah bukti lain dari ketidaksabaran seorang hamba dalam menghadapi cobaan dari Allâh. Bagi orang yang benar-benar  bertaqwa sesunguhnya sebuah ujian Allâh adalah wahana dari Allâh untuk menaikkan derajat kita menjadi hamba yang lebih mulia, karena dibalik ujian selalu ada kebahagiaan, itu adalah pasti . Barang siapa dalam kehidupan di dunia ini memegang prinsip kesabaran baik dalam keadaan lapang maupun penderitaan maka sudah pasti Allâh janjikan kehidupan orang yang sabar akan selalu dalam kebahagiaan.
Betapa banyak orang merasa Allâh tidak adil dalam menentukan takdir-Nya, maka ketahuilah sesunguhnya Allâh tak pernah memberikan ketidakadilan dalam hidup ini, yang ada hanyalah kadang yang kita dapatkan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Karena sesunguhnya Allâh memberikan yang terbaik bagi hambanya, dan yang terbaik bagi Allâh belum tentu kita lihat sebagai hal yang baik. Namun sesunguhnya Allâh Azza wa Jalla Maha Mengetahui apa yang tidak manusia ketahui. Mungkin Allâh belum memberikan apa yang hambanya inginkan, Tapi Allâh selalu memberikan apa yang kita butuhkan. Hanya orang bertaqwalah yang mempunyai paradigma seperti ini, jika saja kita masih menganggap Allâh belum adil, maka sesunguhnya kita telah mengeluarkan diri dari jalan ketaqwaan.
Demikian lah 6 karakteristik yang Allâh jadikan pedoman bagi hamba-hamba-Nya dalam membangun pribadi yang bertaqwa. Maka barang siapa berpegangan teguh dengan prinsip tersebut, maka Allâh akan menjamin kesejahteraan dalam kehidupan seorang hamba baik di dunia dan akhirat dan Allâh tidak pernah mengingkari janji-janji-Nya.